Wijianto.SH, Minta KPU ada Kepastian Hukum paslon Edi Damansyah agar Demokrasi ditegakkan di Kukar

    Wijianto.SH, Minta KPU ada Kepastian Hukum paslon Edi Damansyah agar Demokrasi ditegakkan di Kukar
    Wijianto.SH kuasa hukum masyarakat Kukar usai melayangkan somasi ke KPU RI Selasa (3/12/2024)

    JAKARTA, Di tengah euforia kemenangan pasangan Petahana Edi Damansyah dan Rendi Solihin berdasarkan Hasil Quick Count SCL Taktika dengan perolehan suara 70, 11 persen, ada kekecewaan masyarakat terhadap pelaksanaan Pilkada di Kutai Kartanegara.

    Paslon 01 yang diusung oleh koalisi PDIP, Partai Gelora, dan Demokrat di salah satu kabupaten terbesar di Kalimantan Timur itu menuai reaksi masyarakat setempat 

    Melalui kuasa hukum Wijianto.SH, masyarakat Kutai Kartanegara melayangkan somasi ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI atas dilanggarnya hak konstitusi dan hak publik berkaitan dengan Pilkada 2024 pada paslon Edi Damansyah dan Rendi Solihin tidak memenuhi persyaratan

    "Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 2/PUU-XXI/2023, ditegaskan kembali Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 129/PUU-XXII/2024 yang mana apabila sudah dua periode jabatan tidak dapat menjabat lagi sebagi bupati Kukar" ujarnya kepada wartawan di KPU Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Selasa (3/12/2024)

    Menurut Wijanto.SH, apabila tiga hari somasi masyarakat Kukar ini tidak ditanggapi pihaknya akan mengambil langkah hukum lainnya

    "Kami akan diskusikan dengan tiim, pada intinya nanti ke Bawaslu, DKPP dan lainnya" ungkapnya

    "Dalam hal ini kami memohon supaya ada kepastian hukum pencalonan Edi Damansyah agar demokrasi ditegakkan di Kutai Kartanegara serta di Indonesia" pungkas Wijianto.SH

    Persoalan Pilkada di Kukar juga menjadi perhatian pakar hukum tata negara Prof. Dr. Margarito Kamis, S.H.M.Hum.

    Menyoroti peran Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam pelaksanaan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Ia menegaskan bahwa keputusan MK bersifat final dan tidak bisa dibantah tanpa adanya putusan baru yang lebih tinggi.

    Lebih lanjut, Prof. Margarito menjelaskan tentang kompleksitas dalam menghitung masa jabatan pejabat.

    Ia menyatakan bahwa jika seorang pejabat menjabat selama 3 bulan sebagai PLT dan kemudian diangkat menjadi pejabat definitif selama 2 tahun 4 bulan, maka total masa jabatan tersebut tetap dihitung sebagai lebih dari dua setengah tahun.

    “MK bilang mau sementara atau pejabat tetap, dihitung satu periode, ” ucapnya Minggu (20/10/ 2024)

    Prof. Margarito juga merinci implikasi dari penafsiran ini dalam konteks undang-undang pemilihan.

    Ia ingin menunjukkan bahwa calon yang telah menjabat lebih dari dua setengah tahun, baik sebagai PLT maupun pejabat definitif, tidak memenuhi syarat untuk mencalonkan diri kembali dalam pemilihan.

    Pencalonan Edi Damansyah dipermasalahkan karena yang bersangkutan pernah menjadi pelaksana tugas atau Plt Bupati Kukar sejak April 2018 sampai Februari 2019. Kemudian Edi dilantik menjadi Bupati Kukar definitif pada periode 2019 hingga menghabiskan masa jabatannya pada 2021.

    Edi menggantikan posisi Rita Widyasari yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi karena kasus gratifikasi.(hy)

    jakarta
    Heriyoko

    Heriyoko

    Artikel Sebelumnya

    KPU Jakarta Timur Telusuri Penyebab Menurunnya...

    Artikel Berikutnya

    Waketum DPP KNPI Saiful Chaniago: Desak...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Nagari TV, TVnya Nagari!
    Mengenal Lebih Dekat Koperasi
    Lapiak Pandan Kambang, Menenun Memori dan Tradisi di Lengayang
    Ketika Musim Durian Tiba di Kampung Akad
    Hendri Kampai: Saat Kenaikan Pajak Menjadi Beban, dan Bukan Solusi

    Ikuti Kami